Bungkam” Kecamatan Tigaraksa Diduga Gagal Jalankan Fungsi Pengawasan Dengan Baik, Sektor Pembangunan Masih Menyisakan Celah Korup ?

Berita16644 Dilihat

NCNINDONESIA.COM | TANGERANG – Dinilai gagal jalankan fungsi pengawasan dengan baik, dugaan kecurangan di dalam proses pelaksanaan pembangunan saluran pembuangan air limbah ( Spal ) Kp Pabuaran Rt 009/04 Desa Telagasari, belakangan hangat diperbincangkan dan seakan menjadi pusat perhatian ( Senen 21/04/2024)

Berbagai dugaan akan adanya upaya pembiaran terhadap praktek curangpun bermunculan mengiringi kebungkaman Camat Tigaraksa manakala ditanya soal langkah evaluasi.

Kegelapan pun masih menyelimuti proses pelaksanaan proyek Spal Kp Pabuaran tersebut , benarkah ini bentuk adanya upaya pembiaran ?
Pertanyaan tersebut seakan masih menjadi mistri yang hingga sampai saat ini belum dapat terpecahkan.

Munculnya proses pelaksanaan proyek drainase atau saluran pembuangan air limbah (Spal) yang terkesan misterius tanpa papan informasi tersebut. Tentunya menimbulkan sebuah atmosfer membingungkan yang melingkupi hasil pengerjaan proyek yang diduga kuat bermasalah.

Beberapa Aktivis dan Awak Media yang kala itu tengah melakukan penelusuran menemukan bahwa pengerjaan proyek tersebut berjalan di tengah kegelapan, dengan kekurangan standar yang mencolok. Pemasangan batu kali terlihat tipis dan tidak terlebih dahulu didasari dengan bahan adukan perekat yang memadai.

Misteri semakin dalam ketika kontraktor yang bertanggung jawab atas proyek tersebut tak berada dilokasi pengerjaan. Upaya untuk menghubungi mereka hanya menemui jalan buntu, meninggalkan pertanyaan besar yang menghantui: apa yang sebenarnya terjadi di balik proyek ini?

Disisi lain catatan minuspun semakin bertambah ketika ditemukan bahwa para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD), meningkatkan risiko kecelakaan yang mengancam keselamatan. Seperti keberadaan hantu yang tak terlihat, ketiadaan perlindungan ini menambah nuansa mencekam dalam misteri proyek Spal ini.

Dari keterangan salah satu pekerja kala itu dapat diketahui bahwa proyek mistrius tersebut memiliki panjang 100 kosongan 30 ban banan 20 dengan ketinggian 50 cm, namun sangat disayangkan ketika disinggung mengenai sarana informasi publik para pekerja tidak dapat menjelaskan secara rinci.

Sementara itu menanggapi kebungkaman dan potensi akan adanya upaya dan dugaan pembiaran yang terjadi , Zarkasih salah satu aktivis pemerhati pembangunan menilai bahwa Kecamatan dalam hal ini adalah sebagai pihak yang diberikan mandat untuk mengelola, menyelenggarakan, mengawasi serta mempertanggung jawabkan proses penyerapan anggaran didalam pelaksanaan pembangunan ke 3 proyek tersebut, menurutnya seharusnya pucuk pimpinan Kecamatan bisa Lebih tegas dan serius untuk melakukan dan mengoptimalkan fungsi pengawasan, sehingga proses penyerapan anggaran dapat sepenuhnya terlaksana.

“Gak bisa lepas begitu saja,, sebagai penanggung jawab ya harus berani mempertanggung jawabkan,apabila ada kesalahan tegur dan perbaiki sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja(RAB) yang ada,bukannya dibiarkan,Tutur Zarkasih kepada awak media ini diruang kerjanya (21/04)

Lebih lanjut Zarkasih menjelaskan pada prinsipnya, seorang penyelenggara negara harus menjalankan tugasnya sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (“AUPB”). AUPB ini dapat kita temui pengaturannya dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (“UU 28/1999”). Asas Umum Pemerintahan Negara Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (lihat Pasal 1 ayat [6] UU 28/1999).

Ketika seorang penyelenggara negara (dalam hal ini pimpinan instansi pemerintah) membiarkan terjadinya korupsi di instansi yang dipimpinnya, maka dia telah mengesampingkan penyelenggaraan negara yang bersih yaitu penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya (lihat Pasal 1 ayat [2] UU 28/1999).

Lebih jauh menurut Zarkasih penyelenggara negara tersebut dapat dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan dengan membiarkan dilakukannya korupsi pada instansi yang dipimpinnya dan dapat dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”). Tutup nya

Akibat dari minimnya informasi publik dan bungkamnya Camat Tigaraksa, hingga sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti dari mana proyek tersebut berasal dan berapa jumlah alokasi anggaran yang sudah digelontorkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.

Sampai berita ini kembali diterbitkan pihak kontraktor hingga kini belum dapat ditemui untuk dikonfirmasi dan pemberitaan lebih lanjut (Nurdin/Red)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *